Rabu, 15 Maret 2017

Memahami esensi sebuah jalan yang bernama POLITIK

Sampai detik ini saya sendiri masih tidak mengerti kenapa manusia terikat dengan politik dalam kehidupannya. Baik dalam arah pandang ilmu dalam ideologi maupun aktualisasi dalam interaksi sosial. Politik terlihat selalu dalam posisi yang samar-samar.

Terlebih jika dalam praktiknya gaya politik di negeri ini saja contohnya, sudah mengalami pergeseran makna dan aktualisasinya dari masa ke masa. Bahkan terkadang terlihat justru mundur kembali beberapa dekade. Tak jarang ditemui, politik justru berubah makna bergening berimbang menjadi alat politik dan bergening kekuasaan atas beberapa kepentingan segolongan pemangku politik.

Disadari atau tidak, di masa pemerintahan presiden Jokowi ini masyarakat selalu di giring opini dan daya nalar nya ke arah yang tidak jelas ujungnya. Peran media-media di negeri ini juga seakan memperjelas kepada kita "Ada apa dengan negeri ini?". Peranan dan fungsi media yang mengklaim sebagai penyampai informasi yang berimbang menjadi media yang sesuai orderan.

Dewasa ini peran media menunjukan kemundurannya kembali ke jaman Orde Baru yang dimana kepentingan pemerintahan menjadi keutamaan sajian informasi. Alih - alih informasi terupdate, media malah menggiring kita, memaksa kita menerima informasi-informasi yang bahkan sebwnarnya tidak kita perlukan sama sekali.

saya tidak akan menyebutkan satu persatu stasiun televisi apa dan apa-apa saja acara yang di sajikan, tetapi mungkin dari tulisan sederhana ini kita sebagai sebuah bangsa yang berdaulat dan beragama. Mungkin alangkah lebih baiknya untuk lebih nyaring kembali informasi apa-apa yang akan kita dan keluarga kita lihat, dengar dan terima.

Rasa-rasanya tepat jika di katakan Negeri Indonesia ini sedang sekarat jati diri, yah, karena itu lebih bijak jika kita mulai mengurangi konsumsi informasi dari media elektronik menjadi media buku.
karena buku, untuk saat ini adalah satu-satunya media yang "masih" bisa jujur dalam mencerdaskan sebuah BANGSA.

Selasa, 14 Maret 2017

Balada Hati

Sekiranya dalam hal keindahan hidup cinta tidak pernah memainkan perannya, mungkin saat ini aku tidak akan terjebak dalam penghayatan yang terlalu dalam akan hadirnya dirimu di hidupku. Mungkin jika di awal cerita kita tidak ada kata cinta, saat ini mungkin kita masih duduk berdua di depan teras kosan.

Kadang aku berfikir, bisakah kita kembali? Bukan karena sesal yang ku rasakan, bukan. Hanya saja, semakin lama ku jauhkan kata "kita" dalam hidupku. Semakin aku terjerat dalam kegelapan hati. Dalam keramaian aku masih bisa bertahan, tertawa, becanda, tersenyum. Tapi dalam kesunyian aku tersesak, kekecewaan ini semakin membuatku muak.

Mungkin benar aku yang terlalu berharap, memintamu untuk mengerti akan apa yang aku inginkan. Memaksakan dirimu untuk mencoba melihat ku dengan segala kekurangan yang aku miliki.

Ahhhh, aku sudah tak tahu lagi harus seperti apa. Jujur saja menghadapi persoalan sosial, politik, dan kerja mungkin lebih aku sukai daripada harus menghadapi persoalan tentang hati.