Selasa, 31 Januari 2017

Mencari Hak Yang Hilang

Helaan nafas ini mulai sesak menyaksikan
Hiruk pikuk kota yang hanya mempertontonkan kebodohan
Barisan serdadu serdadu negri bertengger di dpn gerbang
Dengan wajah nan garang menatap kami menantang

Ku dengar teriakan-teriakan letih berkumandang
Berteriak-teriak memohon adanya keadilan dan kesejahteraan

apakah gerangan kini? Tembakan meriam air menghadang para barisan juang
Meluluh lantahkan kami yang berbaris yang sedari tadi tenang

(Riuh riuh mobil komandopun mulai menceramahi kami
Ku lihat wajah wajah pejuang yang melawan lelah kini menegarkan hati
"Lebih baik mati dan terkubur di dalam aspal
Daripada harus pulang membawa sesal dan kekalahan")

Terik mentari seakan tak mengiginkan kami berlama-lama
Menggoyahkan semangat juang pelawan tiran yang lama menahan lapar

(Apakah Tuhan pun kini tak sudi? Apakah jalan juang anak-anak bangsa ini akan terus di uji?)

Ku dengar kini jeritan-jeritan lirih barisan juang yang tengah kelaparan
Mencari hak-hak hidup mereka yang tlah lama hilang dan tenggelam

(Kini Ku bertanya-tanya dalam hati, kemanakah nurani para penguasa itu?
Tak terlihatlah barisan juang ini meminta-meminta?)

"Hai penguasa tiran, Bukankah kami anak-anak ibu pertiwi?"
Adil sejahtera yang kau janji tak pernah ada realisasi

Adilkah ini hai tuan bagi kami?
Kami Yang Dijajah, dibudaki, dihina di negrinya sendiri
tanpa pernah tau kapan merdeka bisa kembali menghangatkan jiwa kami ini

(Apakah nurani kini bisa dibeli tuan? Oleh para pengusaha harta anda kini mengabdi
kaum-kaum kapital penikmat kursi -kursi petinggi negri
Yang hanya asik kongko kongko dengan para babi-babi
Bukankah kursi itu amanah dari kami hai tuan tiran?)

sejarah kini menangis kembali
Di Sebuah negri yang menjajah rakyatnya sendiri
nurani pun rasanya tlah mati
Kata-kata merdeka pun sudah tiada hidup mekar kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar