Selasa, 31 Januari 2017

Kicauan malam

Rintik hujan malam ini berirama merdu, terdengar samar-samar dari luar kamar suara televisi memberitakan hal-hal yang masih saja ku tak mampu mengerti. Di dalam kamar sederhana ini ku renungkan banyak hal. Segelas kopi susu panas seakan membukakan jendela imajinasiku akan cita-cita, cinta, dan harapan yang masih belum mampu aku raih.

Entahlah ku sudah muak berfikir, berencana, smua seakan meledak dalam kepalaku sekarang. Sampai di usia ku yg sudah 25 ini masih banyak yang belum ku raih. Kesal juga jika mengingat semua kegagalan yang sudah ku lalui itu.

Di usia ini aku baru masuk kuliah dan sudah memasuki semester ke -2 untuk meraih gelar sarjana S-1 yang aku cita-citakan dari SMP kelas 2. Lucu rasanya, Aku mengambil konsentrasi yang sebenarnya kurang aku minati, Manajemen. Iya, jurusan yang bahkan tidak pernah aku fikirkan sebelumnya. Aku kuliah di Universitas Terbuka di Pokjar Al-Faidah Badak Putih cianjur. Yah walau begitu, walau cita-cita ku untuk dapat kuliah di UPI Bandung dan lulus mjd dosen gagal. Tapi aku masih bersyukur masih bisa kuliah di usia ku yang hampir tua ini.

Sekarang aku juga mengambil peran di sebuah Organisasi Pekerja sebagai Kepala Bidang Pendidikan. Sebuah jabatan yang bahkan aku tidak pernah mengiginkannya apalagi mengharapkannya. Jujur saja, secara pribadi aku masih merasa menjadi pemuda yang payah dalam hal apapun. Kenapa? Karena kenyataanya aku masih belum berbuat apa-apa. Jangankan untuk orang lain, untuk diri sendiri pun aku masih butuh perjuangan lebih.

Dalam hal percintaan pun aku ini adalah seorang punjangga yang payah, dua kali gagal dalam cinta membuatku menutup hati dan diri ini selama hampir tiga tahun ini. Masih terniang-niang pula hinaan orang tua gadisku dulu yang membuatku takut untuk dikecewakan lagi. Bagi ku cinta seorang gadis kepada seorang pemuda terbatas bukan karna logika dan hatinya sendiri, tapi juga logika dan nalar orang tua mereka.

Hmm ini lah kehidupan, tidak ada yang menyenangkan di dunia ini. Toh Allah memang menjadikan dunia ini hanya sebagai lahan uji untuk setiap Hamba-Hamba-Nya. Jadi bagiku, suka tidak suka. Ikhlas menerima dan menjalani kehidupan diatas segala-galanya.

Sebenarnya malam ini entah aku ingin menulis apa. Aku kehilangan idea dan motivasi selama beberapa bulan ini. Itu juga lah yang membuat semua karya-karya tulis ku berantakan. Tak terurus dan tak jelas konsepnya. Tidak pernah selesai. Semua menumpuk di notebook kesayanganku bagaikan tumpukan baju kotor.  Bodohnya lagi, ku hapus semua semalam. Hanya sekali klik, hilang sudah.

Malam ini ingin rasanya semua keluh kesah ku tuangkan dalam sebuah tulisan. Ditambah lagi disaat cinta, kepedulian, dan kasih sayang terhadap seseorang sudah mulai tumbuh kembali namun kini seperti pohon yang hampir kandas sebelum berbunga. Membuatku merasa inigin sekali berteriak-teriak sekencang-kencangnya memaki diri sendiri sepuas-puasnya.

Logika manusia selalu kalah oleh hasratnya sendiri. Itu mungkin gambaran tepat pada kondisi ku saat ini. Aku tidak melihat apa-apa dalam diriku melainkan kekecewaan yang paling dalam karna ku masih saja tidak mampu menyelesaikan apa-apa yang sudah aku lakukan. Semua tertunda dan bahkan terhenti di saat semua sudah mulai terlihat hasilnya.

Kadang aku berfikir, sedalam apa pemahaman ku tentang hakikat dan sari'at manusia. Membuatku kadang mual jika terlalu memikirkannya. Semua serasa aneh, kadang jalanku tidak sesuai logikaku. Sungguh menyebalkan!

Gelar S-1, SPSI, dan Gadis Manis. akankah kan kuraih semuanya. Kesuksesan, kebanggaan, dan kebahagiaan. Mudah-mudahan.

Entahlah!

Mencari Hak Yang Hilang

Helaan nafas ini mulai sesak menyaksikan
Hiruk pikuk kota yang hanya mempertontonkan kebodohan
Barisan serdadu serdadu negri bertengger di dpn gerbang
Dengan wajah nan garang menatap kami menantang

Ku dengar teriakan-teriakan letih berkumandang
Berteriak-teriak memohon adanya keadilan dan kesejahteraan

apakah gerangan kini? Tembakan meriam air menghadang para barisan juang
Meluluh lantahkan kami yang berbaris yang sedari tadi tenang

(Riuh riuh mobil komandopun mulai menceramahi kami
Ku lihat wajah wajah pejuang yang melawan lelah kini menegarkan hati
"Lebih baik mati dan terkubur di dalam aspal
Daripada harus pulang membawa sesal dan kekalahan")

Terik mentari seakan tak mengiginkan kami berlama-lama
Menggoyahkan semangat juang pelawan tiran yang lama menahan lapar

(Apakah Tuhan pun kini tak sudi? Apakah jalan juang anak-anak bangsa ini akan terus di uji?)

Ku dengar kini jeritan-jeritan lirih barisan juang yang tengah kelaparan
Mencari hak-hak hidup mereka yang tlah lama hilang dan tenggelam

(Kini Ku bertanya-tanya dalam hati, kemanakah nurani para penguasa itu?
Tak terlihatlah barisan juang ini meminta-meminta?)

"Hai penguasa tiran, Bukankah kami anak-anak ibu pertiwi?"
Adil sejahtera yang kau janji tak pernah ada realisasi

Adilkah ini hai tuan bagi kami?
Kami Yang Dijajah, dibudaki, dihina di negrinya sendiri
tanpa pernah tau kapan merdeka bisa kembali menghangatkan jiwa kami ini

(Apakah nurani kini bisa dibeli tuan? Oleh para pengusaha harta anda kini mengabdi
kaum-kaum kapital penikmat kursi -kursi petinggi negri
Yang hanya asik kongko kongko dengan para babi-babi
Bukankah kursi itu amanah dari kami hai tuan tiran?)

sejarah kini menangis kembali
Di Sebuah negri yang menjajah rakyatnya sendiri
nurani pun rasanya tlah mati
Kata-kata merdeka pun sudah tiada hidup mekar kembali