Selasa, 15 Agustus 2017

4 Dasar Utama Serikat Pekerja

Salam Juang Kaum Buruh!

Hidup Buruh! Hidup!
Hidup Buruh! Hidup!

Buruh Bersatu Tak bisa Di Kalahkan!😊

Alhamdulillah setelah sekian lama tenggelam dalam kesibukan akhirnya kali ini saya sudah mampu kembali bangkit dalam semangat untuk mencoba menulis dan berbagi informasi seputaran Buruh/Pekerja. Dalam kesempatan kali ini saya akan mengajak rekan-rekan Pekerja/Buruh khususnya dan semua lapisan masyarakat umumnya untuk bersama-sama kita membedah lebih dalam lagi tentang "Serikat Buruh/Serikat Pekerja".

Mungkin kita sudah tidak asing lagi mendengar kata "Aksi Ratusan Buruh"  atau "Demo Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang di ikuti oleh Ribuan pekerja" dan semacamnya di hampir setiap tahunnya di berbagai kota di Indonesia. Aksi buruh/pekerja yang dilakukan itu biasanya di motori oleh para Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang ada di hampir setiap perusahaan tempat dimana para pekerja tersebut bekerja, yang di lakukan sebagai bentuk untuk menyeruakan dan  memperjuangkan Hak-Hak dan kepentingan kaum buruh/pekerja.
Lantas Apa sebenarnya Serikat Buruh/Serikat Pekerja itu? Organisasi yang bergerak dalam bidang apakah Serikat Buruh/Serikat Pekerja tersebut? apa Serikat Buruh/Serikat Pekerja itu penting keberadaannya bagi Buruh/Pekerja? dan lain-lain, dan lain-lain.

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Bab I pasal 1,ayat 17. Undang-undang menjelaskan bahwasanya, "Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk Pekerja/Buruh baik di Perusahaan maupun di luar Perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan Pekerja/Buruh serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh dan keluarganya."

Dari pengertian di atas, Undang-undang Negara Republik Indonesia mengisyaratkan bahwa Serikat Pekerja/ Serikat Buruh memiliki peran dan fungsi, serta kemanfaatan yang penting baik untuk para Pekerja/Buruh yang berkaitan dengan Hak-hak dan kepentingan para pekerja/buruh, serta untuk kepentingan Nasional Negara Indonesia -karena mencakup tentang kesejahteran keluarga para buruh/pekerja-. Undang-undang mengamanatkan kepada Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang di bentuk secara bebas, mandiri, demokratis, dan atas dasar inisatif dan kesadaran dari para Pekerja/Buruh Indonesia untuk memperoleh Hak dan Kedudukan yang sama dengan Pengusaha tanpa adanya dorongan dan desakan dari pihak lain. Dimana peran dan fungsi dari Serikat Pekerja / Serikat Buruh tersebut selain meliputi dari memperjuangkan dan melindungi Hak dan kepentingan para Pekerja/ Buruh serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh dan keluarganya di sektor industri, namun juga harus secara nyata Memberikan "Domino's effect" -dalam hal positif- untuk kehidupan para Pekerja /Buruh dan juga Negara dalam banyak aspek.

Di Mulai dari aspek pendidikan, sosial budaya dan politik misalnya. Serikat Buruh/Serikat Pekerja diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat pekerja akan pentingnya berbudaya politik, meningkatkan kesadaran masyarakat pekerja yang bermartabat, dan turut membantu meningkatkan masyarakat pekerja yang berpendidikan dan sadar akan hukum melalui program-program pendidikan dan pelatihan yang di selenggarakan oleh Serikat Buruh/Serikat Pekerja untuk para anggotanya, serta ikut dalam mengawasi Standar Operasional Produksi serta menghapus tidakan sewenang-wenangan para wakil pengusaha dari lestarinya budaya "atasan-bawahan" yang sudah menjamur secara turun-temurun di tiap perusahaan tempat Serikat Buruh/Serikat Pekerja di dirikan.

Dari aspek ekonomi, Serikat Buruh/Serikat Pekerja diharapkan juga mampu menciptakan perbaikan lebih dari pendapatan dasar yang didapat per tiap bulannya oleh para pekerja. Contoh lewat "Perjanjian Kerja Bersama" yang di sepakati oleh Serikat Buruh/Serikat Pekerja dengan perwakilan dari pengusaha dan di sah kan oleh dinas terkait. Dan Salah satunya dengan menciptakan kesepahaman sistem ekonomi koperasi untuk karyawan. Serikat Buruh/Serikat Pekerja harus mampu mendorong semua elemen industri untuk bersama-sama membangun sistem ekonomi koperasi di lingkungan tempat kerja, karena dengan meningkatkan kesadaran para pekerja tentang koperasi tersebut maka Serikat Buruh/Serikat Pekerja akan mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi para pekerja/buruh.

Jika kita kupas lebih jauh dari pengertian Undang-undang di atas, sebenarnya ada 4 Dasar pemikiran mengapa Serikat Buruh/Serikat Pekerja menjadi sangat penting keberadaannya. Diantaranya adalah:

A. BERGENING
Apa itu Bergening? Bergening bisa di artikan sebagai posisi tawar, yang dimana di maksudkan Serikat Buruh/Serikat Pekerja adalah suatu sarana yang berkekuatan hukum untuk para anggotanya untuk menyampaikan suatu pendapat, ide, dan gagasan yang berguna untuk memajukan perusahaan serta untuk mensejahterakan para pekerja. Dengan bergening, maka kedudukan SB/SP sejajar dengan manajemen. Dalam pandangan ini maka baik pekerja dan pengusaha memiliki kedudukan yang sama dalam memperoleh azas manfaat dari aktifitas produksi yang akan dilakukan.

Lantas apa saja yang bisa di lakukan oleh SB/SP dengan bergening? Banyak hal yang bisa di lakukan oleh SB/SP dengan bergening, diantaranya seperti yang di amanatkan oleh UU yaitu dengan membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan Lambaga Kerja Sama Tripartit sebagai sarana diskusi / duduk bersama dengan perwakilan pengusaha dalam penyelesaian berbagai masalah industrial yang terjadi di lingkungan kerja, membentuk lembaga ekonomi Koperasi Karyawan, dan ikut dalam Dewa Pengupahan sebagai perwakilan dari unsur pekerja.

B. PERLINDUNGAN
Dengan adanya bergening tadi, maka SB/SP memiliki legalitas yang kuat sesuai dengan yang di amanatkan oleh Undang-undang untuk melindungi segala Hak dan kepentingan para pekerja. dengan perlindungan tersebut SB/SP memiliki fungsi dan kewajiban untuk melindungi para pekerja dalam setiap permasalahan-permasalahan industrial yang terjadi di lingkungan kerja.

C. PEMBELAAN
Melalui Lembaga Kerja Sama SB/SP memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan pembelaan terhadap setiap anggota/pekerja yang tersangkut dengan segala macam permasalahan industrial yang terjadi di tempat kerja. Sesuai amanat UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 151, maka SB/SP, pengusaha serta pemerintahan berkewajiban untuk berupaya menjauhkan para buruh/pekerja dari pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari amanat tersebut maka Serikat Buruh/Serikat Pekerja berperan sebagai Pengacara tingkat pertama untuk anggota/pekerjanya dalam setiap penyelesaian permasalahan industrial. Dalam melakukan peran dan fungsi pembelaan tersebut, maka unsur pengusaha dan unsur pemerintah wajib menghargai semua proses yang sedang berlangsung sampai dengan selesai.

D. KESEJAHTERAAN
Sesuai dengan Mukodimah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, baik pengusaha dan SB/SP memiliki kewajiban yang sama untuk mensejahterakan para pekerja. Salah satu cara yang mampu di tempuh yaitu dengan membentuk Koperasi Karyawan, membentuk dewan pengupahan bersama antara unsur pemerintah, unsur pekerja, dan unsur pengusaha, Menentukan Struktur Skala Upah Minimum, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya masih banyak lagi peran, fungsi, tujuan, dan kemanfaatan dengan mendirikan Serikat Buruh/Serikat Pekerja di lingkungan tempat kerja yang bisa di kupas lebih dalam lagi mulai dari memahami lebih jauh tentang UU No. 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan. Namun dengan Memahami 4 pilar di atas sebenarnya sudah mampu menjadi modal dasar sebagai pekerja/buruh untuk lebih memberanikan diri untuk terjun langsung dalam bidang keorganisasian terutama di bidang Organisasi/serikat Pekerja. Karena dengan mengawali belajar dari sana maka ilmu yang akan di dapat selanjutnya sebenarnya lebih dari cukup untuk membangun masyarakat pekerja yang bermartabat, sadar hukum dan bahkan akan menjadi pekerja/buruh yang berguna pada saat terjun ke lingkungan masyarakat yang lebih luas.

Senin, 07 Agustus 2017

Keresahan Hati

Entah apa yang salah, entah ada dimana kesalahannya. hati ini tidak mampu merasa tenang sedikitpun.

Semua yang sudah aku lakukan terasa sia-sia, semua hanya menghasilkan kegagalan. Mungkin ini hanya sebuah keresahan, mungkin ini juga terlalu berlebihan. Tapi, atas apa yang sudah aku lakukan selama ini tidak pernah bernilai apapun dimata mereka. iya, aku memang salah. Aku telah salah. Semua yang mereka katakan tentang diriku ini adalah kebenaran. Merekalah yang paling benar.

Aku, apa salah semua yang aku lajukan atas apa yang aku yakini? atas apa yang aku percayai? masa depan, iya, masa depan yang selalu aku kejar. Impian dan harapanku tertumpu dari sana. Apa salahku? apa aku ini tidak pantas untuk berjuang untuk itu? atas apa-apa yang aku ambil untuk semua pemyelesaian masalahku ini, apa itu adalah kesalahan?

iya. iya, aku memang salah. apa yang ku ambil pun semua salah. Kalianlah yang paling benar soal diri ini. aku lah yang salah.

iya, iya aku memang salah. salah karena terlahir diantara kalian. salah karena aku tidak jadi mati dulu. salah karena aku menganggap kalian adalah orang-orang yang akan selalu mendukungku.

Aku ini memang naif, bodoh, dan tidak pernah dewasa. Benar semua ucapan itu. Benar semua tuduhan itu. iya, iya aku memang naif.

.......

Apakah ini yang kalian sebut mendidik? dari kecil aku tak pernah mendapat apa-apa yang aku mau dengan mudah. semua, iya, semua harus aku raih dengan susah payah sendirian. iya, sendirian.

Kemanakah kalian selama ini? disaat aku butuh dibantu, disaat aku butuh pertolongam dan dukungan. Kemanakah kalian selama ini? disaat Kepala Sekolah menyanyai kalian, meminta pertanggung jawaban kalian atas sekolahku.

Aku, bahkan untuk menebus Ijazah SMA ku pun harus menyicil selama 1,5thn. Sendirian. Kemanakah kalian?

Apakah semua yang aku lakukan ini masih belum cukup, masih kurang?
Apa kalian masih tidak cukup puas membuangku dengan sikap dan ajaran kalian itu?

Sungguh, sungguh aku mohon. Aku sudah lelah. Aku, aku lelah berpura-pura semua ini baik-baik saja. Tidakah kalian mengerti?
Kalian memintaku untuk memahami dan mengerti tentang kalian selama ini. Tapi apa balasannya untukku? Aku, belum cukupkah aku selalu ada diantara kalian. Mengikuti dan berjalan dibelakang kalian. Tapi apa yang aku dapat, semua kelemahan ini. Semua ketakutan ini. Ini lah warisan berharga yang sudah kalian wariskan untukku. Hanya ini.

Belum cukup kah aku memahami kalian, disaat kebutuhanku mendesak, kebutuhan sekolahku memanggil. aku rela berjalan kaki berkilo-kilo, pulang pergi hanya untuk bersekolah. Bahkan aku rela, aku rela menahan lapar disaat semua teman-temanku makan, jajan dijam istirahat.

Apakah salah jika sikap lemah lembutmu terwariskan kepada Ibu? disaat ada saudaraku memohon, meminta pertolongan. Apakah salah jika aku mewarisi sikap tegasmu ayah? disaat ketidak adilan, disaat kesewenang-wenangan karna jabatan ada didepan mataku?

Apakah salah ku ayah, ibu? jika aku punya mimpi. sebelum aku mati, aku punya mimpi?
Begitu hinakah diriku ini dihadapanmu ayah? bahkan tidak sebanding dengan anak-anak tirimu yang kamu bangga-banggakan itu?

Aku ini sebenarnya siapa? aku ini apa?
Masih kurangkah cintaku untuk kalian? Masih kurang kah apa-apa yang aku lakukan untuk kalian sedari aku kecil?
apakah hanya kebodohan, kenakalan, ketololan anakmu ini yang dapat kalian lihat dariku? Begitu hina kah aku yang bahkan tidak pernah membuat bangga kalian?

Selama ini, ku selalu menyakinkan diri. bahwa kelak aku bisa kalian akui. Tapi, apakah aku salah jika nyatanya aku lemah. Semua ini, bukankah kalian yamg mengajariku selama ini?
Dilarang membantah, dilarang melawan, harus diam saat dimarahi, saat dipukuli, tidak pernah benar, orang tua selalu benar. tidak boleh menangis, bahkan disaat tubuh ini terasa amat sakit karna pukulanmu ayah.

Kalian lah yang mengajariku untuk menjadi lemah saat menghadapi kenyataan. Kalianlah yang mendidikku untuk jadi orang yang hanya mengikuti perintah.

Apa aku salah jika aku memilih untuk menjadi diriku sendiri? Apa aku salah jika aku mengejar mimpi-mimpiku sendiri?

Inikah yang kalian sebut denga  keluarga? Inikah yang kalian sebut dengan rumah tangga?

Aku lelah, sungguh aku lelah. Sedari kecil harus terus mengalah dan disalahkan.
iya, iya memang aku salah. memang aku bersalah. Kebenaran amat jauh dariku.

Aku lelah, aku lelah berpura-pura tidak apa-apa. tidak ada masalah. aku lelah, aku lelah mengikuti langkah kalian, kemauan kalian.

Aku hanya mohon, mohon mengerti aku sedikit saja. Aku ini anak kalian. aku bukan anak setan!

Jika kalian tidak bisa membantuku, cukup doakan aku. aku tidak minta lebih.
Setiap kali sumpah serapa yang kalian lontarkan itu kepadaku, membuat telingaku panas. Otakku pecah. Jiwaku menjerit, Nalarku lenyap. Yang ku tau saat itu, hanya, penyesalan. Penyesalan karena telah dilahirkan ke dunia yang tidak pernah memihak kepadaku.

....

Selama ini, selama ini aku mencoba. mencoba untuk menjadi kuat, mencoba untuk berani menyakinkan diri bahwa semu akan baik-baik saja. Aku, selalu mencoba untuk mantap menantang dunia yang tidak memihak ini sendirian.
Aku yakin, aku akan menemukan Kebahagianku sendiri. Cintaku sendiri.

Tolong, tolong hentikan warisan kalian yang mengalir dalam setiap sendi-sendi darahku.
Aku mohon, aku mohon berikan aku kepercayaan. berikan aku kekuatan. untuk mampu berdiri melawan semua penghalang untu kebahagiaanku.

Hentikan semua ini, hentikan semuanya.
Aku sudah dewasa ayah, Aku sudah besar ibu. Percayakan semuanya kepadaku, aku mohon.

Sungguh hanya lewat tulisan ini, aku bisa menjerit sekeras-kerasnya. sekencang-kencangnya.

Bantulah aku yang sedang mempelajari keyakinanku sendiri, bantulah aku yang sedang mempelajari imanku sendiri!

Aku mohon..

Rabu, 15 Maret 2017

Memahami esensi sebuah jalan yang bernama POLITIK

Sampai detik ini saya sendiri masih tidak mengerti kenapa manusia terikat dengan politik dalam kehidupannya. Baik dalam arah pandang ilmu dalam ideologi maupun aktualisasi dalam interaksi sosial. Politik terlihat selalu dalam posisi yang samar-samar.

Terlebih jika dalam praktiknya gaya politik di negeri ini saja contohnya, sudah mengalami pergeseran makna dan aktualisasinya dari masa ke masa. Bahkan terkadang terlihat justru mundur kembali beberapa dekade. Tak jarang ditemui, politik justru berubah makna bergening berimbang menjadi alat politik dan bergening kekuasaan atas beberapa kepentingan segolongan pemangku politik.

Disadari atau tidak, di masa pemerintahan presiden Jokowi ini masyarakat selalu di giring opini dan daya nalar nya ke arah yang tidak jelas ujungnya. Peran media-media di negeri ini juga seakan memperjelas kepada kita "Ada apa dengan negeri ini?". Peranan dan fungsi media yang mengklaim sebagai penyampai informasi yang berimbang menjadi media yang sesuai orderan.

Dewasa ini peran media menunjukan kemundurannya kembali ke jaman Orde Baru yang dimana kepentingan pemerintahan menjadi keutamaan sajian informasi. Alih - alih informasi terupdate, media malah menggiring kita, memaksa kita menerima informasi-informasi yang bahkan sebwnarnya tidak kita perlukan sama sekali.

saya tidak akan menyebutkan satu persatu stasiun televisi apa dan apa-apa saja acara yang di sajikan, tetapi mungkin dari tulisan sederhana ini kita sebagai sebuah bangsa yang berdaulat dan beragama. Mungkin alangkah lebih baiknya untuk lebih nyaring kembali informasi apa-apa yang akan kita dan keluarga kita lihat, dengar dan terima.

Rasa-rasanya tepat jika di katakan Negeri Indonesia ini sedang sekarat jati diri, yah, karena itu lebih bijak jika kita mulai mengurangi konsumsi informasi dari media elektronik menjadi media buku.
karena buku, untuk saat ini adalah satu-satunya media yang "masih" bisa jujur dalam mencerdaskan sebuah BANGSA.

Selasa, 14 Maret 2017

Balada Hati

Sekiranya dalam hal keindahan hidup cinta tidak pernah memainkan perannya, mungkin saat ini aku tidak akan terjebak dalam penghayatan yang terlalu dalam akan hadirnya dirimu di hidupku. Mungkin jika di awal cerita kita tidak ada kata cinta, saat ini mungkin kita masih duduk berdua di depan teras kosan.

Kadang aku berfikir, bisakah kita kembali? Bukan karena sesal yang ku rasakan, bukan. Hanya saja, semakin lama ku jauhkan kata "kita" dalam hidupku. Semakin aku terjerat dalam kegelapan hati. Dalam keramaian aku masih bisa bertahan, tertawa, becanda, tersenyum. Tapi dalam kesunyian aku tersesak, kekecewaan ini semakin membuatku muak.

Mungkin benar aku yang terlalu berharap, memintamu untuk mengerti akan apa yang aku inginkan. Memaksakan dirimu untuk mencoba melihat ku dengan segala kekurangan yang aku miliki.

Ahhhh, aku sudah tak tahu lagi harus seperti apa. Jujur saja menghadapi persoalan sosial, politik, dan kerja mungkin lebih aku sukai daripada harus menghadapi persoalan tentang hati.

Selasa, 07 Februari 2017

Nostalgia Konsep Dalam "Revolusi Mental"


Jika diperhatikan, negeri Indonesia ini tenggah kembali memasuki fase dimana birokrasi dan propaganda media mampu memanipulasi rakyatnya.  Bisa juga dikatakan setiap lembaga-lembaga pemerintah -yang dibawah kontrol pemerintah- berupaya mengajak kita kembali ke jaman orde baru yang dimana “sistem demokrasi pancasila” ala presiden Suharto menjadi ujung tonggak pemerintah untuk pengendalian negara.

Dewasa ini, dibawah kepemimpinan presiden Jokowi Indonesia dibawa kembali bernostalgia dengan Masa Orde baru yang dimana dengan kemasan barunya “revolusi mental”  sebagai ideologi negara telah menjadi slogan-slogan baru yang sering digembor-gemborkan lewat berbagai media sebagai solusi jitu untuk kemajuan dan keberhasilan Bangsa Indonesia menghadapi sengitnya pertarungan Globalisasi.

Dengan “Revolusi Mental” yang dirancang oleh presiden Jokowi sebagai konsep –meski masih dalam perdebatan keilmuan mengenai konsepnya sendiri- mengarahkan indonesia dalam perubahan mental secara radikal ke arah positif. Namun demikian, dalam penerapannya sendiri ”revolusi mental” nyatanya masih jauh dari yang diharapkan. Kendala-kendala krusial masih banyak mempengaruhi jalannya terapan konsep tersebut dalam setiap kebijakan pemerintahan.

Jika di flashback ke belakang, pada masa orde baru dibawah kekuasaan Presiden Suharto. Indonesia mengalami masa dimana jika dilihat dari segi hubungan antara pemerintah sebagai penyelenggara negara dan rakyat mengalami kesenjangan dan ketidak-harmonisan diberbagai lini kehidupan. Hal ini terjadi tidak lain karena konsep terapan demokrasi terpimpin yang oleh pemerintah kala itu di anut malah mengalami pergeseran konsep dan terapan yang sangat signifikan.

Walaupun demikian, saya pribadi masih berharap adanya terobosan-terobosan hebat dari presiden di sisa masa bakti beliau, terlepas digunakan tidaknya kembali “revolusi mental” sebagai dasar ideologi negara. Mengingat urgensi yang tengah dihadapi negeri indonesia ini, tanpa juga melukai kemanusian dan Hak Manusia untuk hidup dan berkembang. Indonesia kelak mampu kembali menjadi negara yang mandiri, berdikari, dan terlepas dari jeratan-jeratan Globalisasi.

Selasa, 31 Januari 2017

Kicauan malam

Rintik hujan malam ini berirama merdu, terdengar samar-samar dari luar kamar suara televisi memberitakan hal-hal yang masih saja ku tak mampu mengerti. Di dalam kamar sederhana ini ku renungkan banyak hal. Segelas kopi susu panas seakan membukakan jendela imajinasiku akan cita-cita, cinta, dan harapan yang masih belum mampu aku raih.

Entahlah ku sudah muak berfikir, berencana, smua seakan meledak dalam kepalaku sekarang. Sampai di usia ku yg sudah 25 ini masih banyak yang belum ku raih. Kesal juga jika mengingat semua kegagalan yang sudah ku lalui itu.

Di usia ini aku baru masuk kuliah dan sudah memasuki semester ke -2 untuk meraih gelar sarjana S-1 yang aku cita-citakan dari SMP kelas 2. Lucu rasanya, Aku mengambil konsentrasi yang sebenarnya kurang aku minati, Manajemen. Iya, jurusan yang bahkan tidak pernah aku fikirkan sebelumnya. Aku kuliah di Universitas Terbuka di Pokjar Al-Faidah Badak Putih cianjur. Yah walau begitu, walau cita-cita ku untuk dapat kuliah di UPI Bandung dan lulus mjd dosen gagal. Tapi aku masih bersyukur masih bisa kuliah di usia ku yang hampir tua ini.

Sekarang aku juga mengambil peran di sebuah Organisasi Pekerja sebagai Kepala Bidang Pendidikan. Sebuah jabatan yang bahkan aku tidak pernah mengiginkannya apalagi mengharapkannya. Jujur saja, secara pribadi aku masih merasa menjadi pemuda yang payah dalam hal apapun. Kenapa? Karena kenyataanya aku masih belum berbuat apa-apa. Jangankan untuk orang lain, untuk diri sendiri pun aku masih butuh perjuangan lebih.

Dalam hal percintaan pun aku ini adalah seorang punjangga yang payah, dua kali gagal dalam cinta membuatku menutup hati dan diri ini selama hampir tiga tahun ini. Masih terniang-niang pula hinaan orang tua gadisku dulu yang membuatku takut untuk dikecewakan lagi. Bagi ku cinta seorang gadis kepada seorang pemuda terbatas bukan karna logika dan hatinya sendiri, tapi juga logika dan nalar orang tua mereka.

Hmm ini lah kehidupan, tidak ada yang menyenangkan di dunia ini. Toh Allah memang menjadikan dunia ini hanya sebagai lahan uji untuk setiap Hamba-Hamba-Nya. Jadi bagiku, suka tidak suka. Ikhlas menerima dan menjalani kehidupan diatas segala-galanya.

Sebenarnya malam ini entah aku ingin menulis apa. Aku kehilangan idea dan motivasi selama beberapa bulan ini. Itu juga lah yang membuat semua karya-karya tulis ku berantakan. Tak terurus dan tak jelas konsepnya. Tidak pernah selesai. Semua menumpuk di notebook kesayanganku bagaikan tumpukan baju kotor.  Bodohnya lagi, ku hapus semua semalam. Hanya sekali klik, hilang sudah.

Malam ini ingin rasanya semua keluh kesah ku tuangkan dalam sebuah tulisan. Ditambah lagi disaat cinta, kepedulian, dan kasih sayang terhadap seseorang sudah mulai tumbuh kembali namun kini seperti pohon yang hampir kandas sebelum berbunga. Membuatku merasa inigin sekali berteriak-teriak sekencang-kencangnya memaki diri sendiri sepuas-puasnya.

Logika manusia selalu kalah oleh hasratnya sendiri. Itu mungkin gambaran tepat pada kondisi ku saat ini. Aku tidak melihat apa-apa dalam diriku melainkan kekecewaan yang paling dalam karna ku masih saja tidak mampu menyelesaikan apa-apa yang sudah aku lakukan. Semua tertunda dan bahkan terhenti di saat semua sudah mulai terlihat hasilnya.

Kadang aku berfikir, sedalam apa pemahaman ku tentang hakikat dan sari'at manusia. Membuatku kadang mual jika terlalu memikirkannya. Semua serasa aneh, kadang jalanku tidak sesuai logikaku. Sungguh menyebalkan!

Gelar S-1, SPSI, dan Gadis Manis. akankah kan kuraih semuanya. Kesuksesan, kebanggaan, dan kebahagiaan. Mudah-mudahan.

Entahlah!

Mencari Hak Yang Hilang

Helaan nafas ini mulai sesak menyaksikan
Hiruk pikuk kota yang hanya mempertontonkan kebodohan
Barisan serdadu serdadu negri bertengger di dpn gerbang
Dengan wajah nan garang menatap kami menantang

Ku dengar teriakan-teriakan letih berkumandang
Berteriak-teriak memohon adanya keadilan dan kesejahteraan

apakah gerangan kini? Tembakan meriam air menghadang para barisan juang
Meluluh lantahkan kami yang berbaris yang sedari tadi tenang

(Riuh riuh mobil komandopun mulai menceramahi kami
Ku lihat wajah wajah pejuang yang melawan lelah kini menegarkan hati
"Lebih baik mati dan terkubur di dalam aspal
Daripada harus pulang membawa sesal dan kekalahan")

Terik mentari seakan tak mengiginkan kami berlama-lama
Menggoyahkan semangat juang pelawan tiran yang lama menahan lapar

(Apakah Tuhan pun kini tak sudi? Apakah jalan juang anak-anak bangsa ini akan terus di uji?)

Ku dengar kini jeritan-jeritan lirih barisan juang yang tengah kelaparan
Mencari hak-hak hidup mereka yang tlah lama hilang dan tenggelam

(Kini Ku bertanya-tanya dalam hati, kemanakah nurani para penguasa itu?
Tak terlihatlah barisan juang ini meminta-meminta?)

"Hai penguasa tiran, Bukankah kami anak-anak ibu pertiwi?"
Adil sejahtera yang kau janji tak pernah ada realisasi

Adilkah ini hai tuan bagi kami?
Kami Yang Dijajah, dibudaki, dihina di negrinya sendiri
tanpa pernah tau kapan merdeka bisa kembali menghangatkan jiwa kami ini

(Apakah nurani kini bisa dibeli tuan? Oleh para pengusaha harta anda kini mengabdi
kaum-kaum kapital penikmat kursi -kursi petinggi negri
Yang hanya asik kongko kongko dengan para babi-babi
Bukankah kursi itu amanah dari kami hai tuan tiran?)

sejarah kini menangis kembali
Di Sebuah negri yang menjajah rakyatnya sendiri
nurani pun rasanya tlah mati
Kata-kata merdeka pun sudah tiada hidup mekar kembali